Krisis Karier di China, Mengapa Lulusan Kampus Top Sulit Dapat Pekerjaan Impian?

Krisis Karier di China, Mengapa Lulusan Kampus Top Sulit Dapat Pekerjaan Impian?

Butuhkerja.com Fenomena mengejutkan terjadi di China dimana sejumlah lulusan perguruan tinggi ternama dengan gelar pendidikan tinggi, bahkan hingga tingkat magister, justru bekerja di bidang yang jauh dari latar belakang akademis mereka.

Padahal, mereka berasal dari universitas ternama yang selama ini dianggap sebagai pintu gerbang menuju karier bergengsi.

Alih-alih bekerja di sektor profesional seperti di gedung perkantoran dengan gaji yang memadai, mereka justru “banting setir” ke pekerjaan-pekerjaan tak terduga demi bisa bertahan hidup.

Beberapa dari mereka bahkan mendapat stigma sosial karena dianggap “gagal” meskipun menyandang gelar tinggi.

Dilansir dari Butuhkerja.com, tingkat pengangguran China meningkat menjadi 15,8 persen bagi kelompok usia 16 hingga 24. Data ini diperoleh per April 2025 yang menandakan 1 dari 6 anak muda di China tidak memiliki pekerjaan.

Ada lulusan magister Tsinghua jadi pelayan restoran

BBC News sempat mempublikasikan kisah dari beberapa sarjana muda di China. Tiga diantaranya bekerja sebagai pelayan restoran, terapis pijat, atau bahkan figuran dalam produksi film.

Sebagai lulusan magister keuangan dari Universitas Tsinghua, Sun Zhan berharap bisa bekerja di perbankan investasi dan bisa menghasilkan banyak uang melalui posisi bergaji tinggi. Nyatanya, kini ia harus bergulat dengan shift di sebuah restoran hot pot.

Sementara itu, Wu Dan, lulusan keuangan dari Hong Kong University of Science & Technology, sempat menerima tawaran kerja, tapi menolak karena merasa tidak cocok dengan syarat kerja yang ditawarkan.

Tak disangka, ia malah menemukan ketertarikan baru pada dunia cedera olahraga membawanya menjadi terapis pijat di Shanghai.

“Bagi banyak teman sekelas saya yang sedang menempuh pendidikan magister, ini adalah pertama kalinya mereka mencari pekerjaan dan hanya sedikit yang berhasil mendapatkannya,” ungkap Wu Dan.

Adapun Wu Xinghai, sarjana teknik informasi elektronik yang memilih menjadi figuran dalam produksi film di kota Hengdian. Pekerjaan ini diandalkannya sembari menunggu peluang kerja yang lebih stabil dan sesuai bidang.

Gelar terlalu tinggi untuk realitas lapangan kerja

Profesor Zhang Jun dari Universitas Kota Hong Kong menyebut bahwa gelar tinggi yang dimiliki banyak lulusan China tak sebanding dengan realitas lapangan kerja.

Akibatnya, banyak dari mereka merasa “dikhianati” setelah berjuang menempuh pendidikan tinggi demi prospek karier yang lebih baik.

“Situasi pekerjaan di Tiongkok daratan sangat, sangat menantang, jadi saya pikir banyak anak muda harus benar-benar menyesuaikan kembali ekspektasi mereka,” ujarnya dikutip dari BBC News pada Rabu (6/8/2025).

Menurutnya, para lulusan ini juga dipaksa untuk mengubah pandangan mereka tentang posisi pekerjaan apa saja yang dianggap sebagai “baik”.

The Economist merilis beberapa alasan yang terjadi atas fenomena lulusan di China ini. Salah satunya adalah penyimpangan antara pendidikan dan kebutuhan pasar kerja. Banyak jumlah mahasiswa di bidang humaniora, padahal permintaan kerja untuk lulusan tersebut tergolong rendah dibanding spesialisasi lain.

Tak hanya soal jurusan, ekspansi besar-besaran pendidikan tinggi juga memperburuk situasi. Jumlah universitas dan mahasiswa melonjak, tetapi tak selalu sejalan dengan kualitasnya. Akibatnya, lulusan dari institusi yang kurang kompetitif kesulitan bersaing di pasar kerja.

Di sisi lain, banyak lulusan mencoba peruntungan di jalur pegawai negeri, membuat jumlah peserta ujian membludak.

Pada tahun 2024, partisipan ujian pegawai negeri sipil di Tiongkok mencapai rekor tertingginya dengan 2,3 juta orang. Peningkatan ini hampir melesat 50 persen dari tahun ke tahun.

Sementara, sebagian lainnya memilih melanjutkan studi ke jenjang magister dan doktoral. Hal ini akhirnya membuat jumlah mahasiswa S2 dan S3 berkembang pesat.

Mereka kemudian tidak mampu menemukan pekerjaan yang sesuai dengan gelar tinggi dikarenakan ketidakstabilan lapangan kerja.

Hingga akhirnya, mereka kembali terjebak di pekerjaan yang tak sebanding dengan gelar tinggi yang mereka raih atau overqualified.